Minggu, 26 Februari 2012

Resensi Novel : Gandamayu


Judul                : Gandamayu
Penulis             : Putu Fajar Arcana
Penerbit           : Penerbit Buku Kompas
ISBN                : 978-979-709-622-9
Tebal               : 190 halaman

Peperangan antar saudara, dimana Pandawa dan Korawa saling berebut tahta. Kisah tentang pengorbanan dan keteguhan hati dari seorang anak, kasih sayang orang tua, rasa percaya dari saudara kandung, sikap menjaga harga diri seorang ksatria serta keikhlasan dari pengabdian seorang istri.

Gandamayu adalah sebuah novel sastra yang ditulis oleh Putu Fajar Arcana. Sebuah novel yang mengambil sepenggal kisah Mahabharata, dengan setting awal cerita dari sebuah tempat bernama Setra Gandamayu, tempat paling angker di muka bumi. Kuburan paling menyeramkan dan tempat paling ditakuti untuk disinggahi, bukan hanya oleh manusia, namun Dewa sekalipun enggan untuk kesana.

Novel Gandamayu bercerita tentang Dewi Uma yang dikutuk oleh suaminya Dewa Siwa. Dewi Uma dikutuk oleh Dewa penguasa kahyangan itu menjadi Dewi Durga, seorang Dewi kematian yang buruk rupa dan kejam. Dewi Uma yang perangainya lembut dan penurut, harus menjalani perannya sebagai Dewi Durga yang bengis, kejam dan tak punya hati. Dikutuknya Dewi Uma sendiri bukan karena kesalahannya sendiri, melainkan bentuk pengorbanan yang dilakukannya untuk memenuhi permintaan Dewa Siwa yang sedang mengujinya sebagai istri.

Saat mengutuk Dewi Uma menjadi Dewi Durgaa, Dewa Siwa memberitahu bahwa hanya Sahadewa yang merupakan keturunan ksatria Pandawa yang dapat meruwatnya kembali menjadi Dewi Uma. Karena hal inilah Dewi Durga melalui pelayannya Kalika–yang juga seorang penghuni kahyangan namun dikutuk menjadi setan yang buruk rupa akibat membunuh suami dan empat puluh orang lainnya–membawa paksa Sahadewa dari kediamannya di Kerajaan Indraprasta. Kalika merasuki tubuh Kunti–ibu madu Sahadewa–yang membawa paksa Sahadewa ke Setra Gandamayu. Kemudian Sahadewa diancam akan dibunuh oleh Dewi Durga apabila tidak meruwat dirinya kembali menjadi Dewi Uma. Sahadewa yang tidak tahu apa-apa hampir saja dibunuh oleh Dewi Durga andai Dewa Siwa tidak menolongnya dengan merasuk ke dalam dirinya dan membacakan mantra untuk meruwat Dewi Durga menjadi Dewi Uma.

Setelah Dewi Durga kembali menjadi Dewi Uma, Setra Gandamayu yang tadinya merupakan tempat paling menyeramkan berubah menjadi padang bunga yang indah dipenuhi oleh bunga-bunga indah. Selepas kisah peruwatan Dewi Durga menjadi Dewi Uma, novel Gandamayu bercerita tentang perang antara Pandawa dan Korawa. Dimana pihak Pandawa hampir kalah akibat Korawa dibantu oleh dua raksasa Kalantaka dan Kalanjaya yang bahkan Bima dan Arjuna sekalipun sebagai ksatria terkuat tak dapat mengalahkannya. Lalu keteguhan hati Nakula yang merupakan saudara kembar Sahadewa untuk mencari Sahadewa ke Setra Gandamayu, yang percaya bahwa saudara kembarnya itu masih hidup dan tidak mati dibunuh oleh Dewi Durga.

Dalam novel Gandamayu sangat banyak nilai-nilai sosial dan pelajaran tentang kehidupan yang dapat diambil. Membaca Gandamayu terkadang sering membuat saya merenung kembali. Merenungi dan meresapi nilai2 yang disajikan di dalam novel sastra ini.

“Ketika kebodohan dan kemiskinan membekap kita, maka hanya ada dua pilihan yang mungkin, yakni mengabdi pada penguasa atau sekalian menjadi bajingan.” (Hal. 74)

“Nafsu amarah yang setiap saat keluar menjadi aura tidak menyenangkan pada alam sekelilingnya.” (Hal. 87)

“Rasa hanya berhubungan dengan ketulusan terima kasihkita atas anugerah makanan yang diberikaan hari ini oleh alam.” (Hal. 89)

Meski pun Gandamayu merupakan termasuk kategori novel sastra namun Putu Fajar Arcana dengan apik mengemasnya dengan penulisan yang sederhana dan ringan. Sehingga saat membaca novel ini pembaca dapat menikmati tiap bab yang disajikan.

Namun, ada kelemahan yang sangat tampak saat saya membaca novel ini. Yaitu dalam hal sudut pandang penceritaan. Terkadang sudut pandang yang dipakai adalah sudut pandang orang pertama. Dimana penulis seolah menjadi Sahadewa, dan menceritakan dari sudut pandang putra bungsu keluarga Pandawa tersebut, namun terkadang di bab lain, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga, dimana penulis menceritakan kisah sebagai orang yang serba tahu.

Walau dengan beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, saya sebagai pembaca yang jarang membaca kisah sastra, apalagi kisah sastra Mahabharata dan lainnya, cukup dapat menikmati novel ini. Dari rating 1-10 saya memberikan nilai 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar